Dakwah bukan hanya tentang bicara, ia adalah getaran hati yang mengundang cahaya. Bukan sekadar menyampaikan, tapi mengantarkan jiwa kepada kebenaran dengan kasih yang dalam. Betapa sering kita mengucap, "Yang penting ikhlas, hasilnya terserah Allah.", "Tugas kita menyampaikan, soal diterima atau tidak, itu urusan-Nya."
Ah, kalimat itu terdengar menenangkan. Namun apakah cukup? Apakah keikhlasan itu boleh menjadi alasan untuk tak berbenah? Apakah cinta kepada Allah boleh disampaikan dengan cara yang seadanya? Bayangkan jika seorang dokter berkata, "Yang penting saya niat menyembuhkan, selebihnya terserah Allah." Lalu ia asal memberi resep, tanpa diagnosis, tanpa rencana, tanpa upaya terbaik. Maukah kita berobat padanya?
Atau jika seorang insinyur membangun jembatan, tanpa hitungan yang matang, tanpa cetak biru, tanpa pengawasan, lalu berkata, "Yang penting saya ikhlas, semoga jembatannya tidak runtuh." Adakah kita akan melintas dengan tenang? Mengapa saat membangun jalan untuk tubuh, kita begitu serius, tapi saat membangun jalan untuk ruh, jalan menuju Allah, kita merasa cukup dengan niat baik?
Inilah luka sunyi yang harus disadari oleh para da'i. Bahwa zaman telah berganti. Bahwa umat tidak hanya mencari di mimbar, mereka berselancar di layar. Mereka haus akan makna, namun bila tak kita beri, mereka akan cari dari siapa saja yang bisa menyajikan, meski tak memiliki ilmunya. Kini, tak cukup lagi berdakwah dengan suara lantang, tapi tak jelas arah dan pesan. Tak cukup lagi berdiri di depan kamera dengan cahaya seadanya, lalu berharap video itu viral karena niat yang ikhlas.
Ikhlas tetaplah pondasi, tapi keindahan bangunan dakwah dibentuk oleh kesungguhan, oleh perencanaan, oleh profesionalitas, oleh cinta yang tertuang dalam bentuk terbaik. Allah tidak hanya mencintai hati yang tulus, tapi juga amal yang tertata rapi. Karena itulah Dia berfirman:
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ
اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
"Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat
petunjuk." (Q.S.An-Nahl: 125)
Hikmah itu tidak hanya isi, tapi juga cara. Tidak hanya kata, tapi juga rasa. Maka, berdakwahlah dengan:
Suara yang jernih,
Gambar yang terang,
Tujuan yang jelas,
Engagement yang hidup, dan
Hati yang selalu tunduk pada-Nya.
Ini bukan soal ingin terkenal, tapi soal menyampaikan kebenaran dengan cara yang layak untuk kebenaran itu sendiri. Jangan biarkan keikhlasan menjadi alasan untuk bermalas-malasan. Jangan jadikan iman sebagai tameng dari ketidaksiapan. Tugas kita bukan hanya bicara, tapi membawa jiwa menuju cahaya.
Karena setiap kata yang kita lontarkan, bisa jadi adalah pelita, atau bisa pula menjadi bara. Semua kembali pada niat, dan pada kesungguhan kita dalam berikhtiar. Dakwah adalah seni menghadirkan Allah dalam kehidupan manusia, dan Allah pantas diperkenalkan dengan cara yang indah dan mulia.
Author : Marta Jaya,S.Pd.,M.Pd.