Begitulah manusia, cepat lupa akan kebaikan yang pernah kau tanam, meski itu tumbuh bertahun-tahun dengan air mata dan keikhlasan. Sekali saja kau tergelincir, seakan semua yang pernah kau lakukan luruh tak bersisa. Mereka memeluk ingatan yang retak, tapi mengubur kenangan indah seolah tak pernah ada. Pedih, memang. Tapi di situlah pelajaran tentang ketulusan diuji.
Tak usah kau habiskan air matamu untuk penilaian manusia. Hati mereka berubah-ubah, kadang hangat, kadang dingin, sering pula membeku. Yang hari ini memuji, esok bisa mencaci. Yang dahulu menyanjung, tiba-tiba menjauh saat bayangan kesalahanmu menyapa. Jangan biarkan dirimu hancur karena luka yang mereka ukir dengan kata-kata.
Sedang Tuhanmu, Dia tak pernah memalingkan wajah-Nya darimu meski kau jatuh ribuan kali. Dia tahu letihmu, Dia paham gelisahmu, bahkan sebelum kau ucapkan. Cukup satu sujud yang jujur, satu air mata yang tulus, satu istighfar dari relung yang dalam, lalu dosa yang dulu hitam, diubah-Nya menjadi putih yang tak ternoda.
Maka renungkanlah, kepada siapa seharusnya hatimu menggantung? Apakah pada manusia yang mudah lupa? Ataukah pada Rabb yang tak pernah bosan mengampuni? Jika mereka meninggalkanmu karena kesalahanmu, biarlah. Tapi jangan pernah tinggalkan Tuhanmu yang selalu menunggumu pulang, dengan cinta yang tak berubah.
Kadang kau ingin menjelaskan segalanya. Bahwa kau tak seburuk yang mereka kira. Bahwa niatmu tak seperti yang mereka tafsir. Tapi percayalah, tidak semua telinga mau mendengar. Tidak semua hati mau memahami. Lalu apa gunanya membela diri, bila akhirnya hanya menyakiti batinmu sendiri?
Belajarlah tenang. Biarlah manusia menilai. Biarlah mereka berbisik, menebar kabut prasangka. Sementara itu, kau cukup berlari ke arah Tuhanmu. Ceritakan segalanya di sepertiga malam. Laporkan setiap luka, setiap kecewa. Sebab di sana, tak ada penolakan. Hanya pelukan yang tak terlihat, namun terasa nyata.
Tak perlu menuntut manusia untuk mengenang kebaikanmu. Mereka tak punya kuasa atas pahala. Semua telah tercatat di langit, lebih rapi dari buku catatan manapun. Dan kelak, yang akan mengangkat derajatmu bukan pujian, tapi keikhlasan yang kau sembunyikan dari pandangan dunia.
Bila satu kesalahanmu membuat mereka menghapus seluruh jasamu, biarlah itu menjadi penanda: bahwa cinta mereka bersyarat. Tapi Tuhanmu tidak. Dia mencintaimu bukan karena kau sempurna, tapi karena Dia tahu kau berusaha kembali, meski dengan langkah tertatih.
Jangan tangisi kehilangan yang membawamu lebih dekat pada Allah. Kadang, yang menjauh bukan hukuman, tapi perlindungan. Kadang, yang mengabaikanmu adalah jalan agar kau lebih mengenal siapa yang benar-benar tak pernah meninggalkanmu. Dan itu cukup: satu Tuhan, satu tempat pulang, satu cinta yang tidak menuntut kesempurnaan.
Jadi, ketika dunia membelakangimu karena satu luka, pandanglah langit. Di sanalah ada Tuhan yang siap menghapus dosa-dosamu dengan taubat. Dan ketika hati bertanya, “Ridha siapa yang seharusnya kucari?” Jawablah dengan pelan tapi yakin: “Ridha Tuhanku, sebab hanya itu yang kekal, saat semua yang fana telah berpaling.”
Author : Marta Jaya,S.Pd.,M.Pd.