Pendekatan pembelajaran mendalam membutuhkan metode yang mampu menjembatani antara teori dan realitas, antara konsep dan kehidupan. Di sinilah Project-Based Learning (PjBL) menjadi jembatan emas yang memungkinkan murid belajar secara menyeluruh, dengan akal, rasa, dan tangan mereka. PjBL bukan sekadar metode, melainkan pendekatan pedagogis yang menghidupkan pembelajaran melalui proyek yang nyata, bermakna, dan kontekstual.
Dalam PjBL, murid tidak lagi menjadi penerima pengetahuan, melainkan pelaku dan penemu makna. Mereka belajar dengan cara menyusun pertanyaan, mengeksplorasi solusi, merancang aksi, dan merefleksikan prosesnya. Ini semua sejalan dengan semangat deep learning yang menekankan keterhubungan antar konsep, integrasi pengetahuan, dan pengalaman reflektif.
Penting untuk diingat bahwa proyek bukan sekadar produk. Esensinya terletak pada proses bertanya, bekerja sama, mencoba, gagal, bangkit, dan tumbuh. Guru tidak lagi memegang kendali penuh, tetapi menjadi fasilitator yang mengarahkan alur sambil memberi ruang bagi kreativitas dan otonomi belajar. Inilah bentuk relasi pedagogis yang memberdayakan.
PjBL juga memberi ruang yang luas untuk interdisiplineritas, sebuah ciri khas pembelajaran mendalam. Dalam satu proyek tentang lingkungan, misalnya, siswa bisa belajar sains, matematika, bahasa, teknologi, bahkan nilai sosial dan spiritual. Mereka tidak mempelajari mata pelajaran secara terpisah, melainkan menyatukannya dalam konteks yang relevan dan hidup.
Salah satu kekuatan emosional PjBL adalah rasa memiliki terhadap pembelajaran. Ketika murid diberi kesempatan memilih topik atau terlibat aktif dalam merancang proyek, mereka merasa diakui. Hal ini memperkuat motivasi intrinsik dan keterikatan emosional terhadap proses belajar itu sendiri. Belajar tidak lagi menjadi beban, tapi panggilan batin untuk berkontribusi.
PjBL juga merupakan lahan subur untuk menumbuhkan nilai-nilai karakter: kolaborasi, tanggung jawab, komunikasi, ketekunan, empati, dan kepedulian sosial. Melalui proyek yang menyentuh realitas, siswa belajar menjadi manusia seutuhnya, bukan sekadar lulus ujian, tetapi siap memberi makna pada dunia.
Di sisi lain, guru pun ditantang untuk berubah. Mengajar berbasis proyek menuntut keterbukaan, kreativitas, dan keberanian keluar dari zona nyaman. Namun, justru dari tantangan inilah muncul transformasi pedagogis bahwa guru menjadi perancang pengalaman, penata dinamika kelompok, dan penjaga proses reflektif yang mendalam.
Agar PjBL benar-benar menjadi deep learning, maka setiap tahap proyek perlu disertai dengan refleksi sadar. Di sinilah pentingnya mengintegrasikan mindfulness: siswa diminta merefleksikan perasaan, tantangan, dan pelajaran hidup yang mereka peroleh. Maka proyek bukan hanya mencetak hasil fisik, tetapi juga membentuk pemaknaan batin yang kuat.
Dalam konteks Kurikulum Merdeka, PjBL sangat relevan dan dianjurkan. Guru memiliki keleluasaan merancang unit berbasis proyek yang sesuai dengan CP (Capaian Pembelajaran), namun tetap mengakar pada realitas dan minat murid. Bahkan modul ajar dapat dikembangkan sebagai skenario proyek tematik, dengan fleksibilitas waktu dan pendekatan diferensial.
Dengan pendekatan PjBL dalam deep learning, pendidikan menemukan kembali wajah aslinya yaitu bukan untuk mencetak murid seragam, melainkan untuk menghidupkan potensi unik setiap anak dalam konteks yang bermakna dan membebaskan. Sebab dalam setiap proyek, bukan hanya ilmu yang dibangun, tapi juga jati diri dan harapan.
Author: Marta Jaya,S.Pd.,M.Pd