Pernahkah kita mencoba berbicara dengan teman secepat kita membaca bacaan shalat? Bayangkan jika kita menyampaikan salam, kabar, dan cerita hati dengan terburu-buru, tanpa jeda, tanpa rasa, tanpa ruang untuk mendengar atau didengar. Mungkinkah mereka merasa dihargai? Mungkinkah makna masih bisa ditangkap?
Namun justru kepada Sang Pencipta, kepada Allah yang Maha Mendengar dan Maha Mengerti, kita kadang datang dengan nafas tergesa, kalimat-kalimat berlari, seakan waktu terlalu sempit untuk satu sujud yang tenang, "Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku." (QS. Thaha: 14)
Bukankah shalat itu pertemuan cinta paling indah antara hamba dan Tuhannya? Tempat di mana segala keluh dan harap boleh dilangitkan tanpa batas, di mana kita bebas menangis tanpa malu, dan menyebut nama-Nya tanpa takut dinilai?
Tapi sering kali, kita mengangkat tangan hanya untuk segera menurunkannya. Rukuk dan sujud seperti formalitas yang cepat usai. Lidah melafazkan ayat, tapi hati entah ke mana mengembara. "Banyak orang yang shalat, namun tidak mendapatkan apa-apa dari shalatnya kecuali keletihan." (HR. Ahmad)
Apakah kita lupa bahwa setiap bacaan dalam shalat bukan sekadar hafalan? Ada makna dalam setiap "Allahu Akbar", ada cinta dalam setiap "Subhanallah", ada rindu dalam setiap "Iyyaka na’budu", dan ada pengharapan dalam "Ihdinash shiratal mustaqim". "Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar." (QS. Al-‘Ankabut: 45)
Allah, dalam kebesaran-Nya, tidak pernah tergesa menjawab doa kita. Ia menunggu dengan sabar, bahkan saat kita datang hanya di waktu-waktu sempit. Tapi kita, sering kali terlalu sibuk untuk berlama-lama dalam hadirat-Nya. "Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya saat ia mengingat-Ku." (HR. Bukhari dan Muslim)
Shalat adalah pelukan tak terlihat bagi hati yang lelah. Ia adalah tempat kembali dari hiruk-pikuk dunia yang menyesakkan. Mengapa kita tidak tinggal lebih lama? "Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk." (QS. Al-Baqarah: 45)
Lambatkan bacaanmu, rasakan maknanya. Biarkan hatimu tenggelam dalam "Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin", karena sungguh, pujian itu adalah syukur yang menenangkan, dan setiap lafaznya bisa menjadi doa yang tak terucap dengan lisan biasa.
Tundukkan dirimu bukan karena kewajiban semata, tapi karena engkau rindu berbicara dengan-Nya. Bukan karena takut pada neraka-Nya saja, "Yang paling dekat antara seorang hamba dengan Rabb-nya adalah saat ia bersujud, maka perbanyaklah doa saat itu." (HR. Muslim)
Mari kita belajar untuk tidak tergesa dalam shalat, sebab di sanalah tempat terbaik untuk menjadi utuh sebagai manusia. Bersandar pada Tuhan, mengurai luka, menanam harap, dan memetik damai. "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya." (QS. Al-Mu’minun: 1-2)
Author : Marta Jaya,S.Pd.,M.Pd.