Satpam Itu Bernama Ketulusan (Refleksi dari BRI Kantor Cabang Sungai Penuh)
Satpam Itu Bernama Ketulusan (Refleksi dari BRI Kantor Cabang Sungai Penuh)
Pagi ini, Jumat, 25 Juli 2025 saya hanya berniat mengurus transaksi di Bank BRI Kantor Cabang Sungai Penuh, yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman No. 3. Tapi saya tak menduga bahwa justru di tempat itulah, saya akan disambut oleh pelajaran hidup yang tak tertulis dalam buku mana pun. Bukan dari manajer, bukan pula dari petugas teller, tapi dari sosok berseragam yang kerap dianggap biasa, yaitu seorang satpam.
Ia berdiri di pintu dengan sikap yang tak sekadar formal. Ada ketulusan yang menetes dari raut wajahnya, dari cara ia menyapa, dan dari caranya memperhatikan satu per satu nasabah yang datang. Di balik kesibukan orang-orang yang datang dan pergi membawa urusan masing-masing, ia hadir sebagai penghubung antara pelayanan dan perasaan dihargai.
Ketika seorang ibu tua terlihat kebingungan dengan buku tabungannya, satpam itu menghampiri, bukan menunggu diminta. Ia membimbing dengan pelan dan sabar. Saat seorang pemuda panik karena saldo tertahan, ia tak menambah panik dengan kata-kata teknis. Ia menenangkan, lalu membimbing. Di tengah antrean yang panjang dan cuaca yang menyengat, ia tetap tenang, tetap tersenyum.
Hari ini saya belajar bahwa service excellence tidak melulu datang dari meja pelayanan utama. Terkadang, justru berasal dari orang-orang yang kerap kita sepelekan. Ia menunjukkan bahwa pelayanan sejati bukan terletak pada pangkat atau gelar, tetapi pada kemauan untuk hadir sepenuh hati bagi sesama. Pelayanan yang lahir dari nurani, bukan hanya dari jadwal kerja.
Dalam diamnya, satpam itu adalah guru. Ia mengajarkan bahwa dunia ini butuh lebih banyak orang yang peduli tanpa diminta, membantu tanpa pamrih, dan bekerja bukan sekadar menggugurkan tugas. Ia adalah wajah pertama yang menyambut rakyat kecil dengan kelembutan, dan mungkin menjadi satu-satunya alasan seseorang pulang dari bank dengan senyum lega.
Tulisan ini bukan sekadar tentang seorang satpam. Ini tentang pesan yang lebih dalam bahwa semua kita, apa pun profesinya, bisa menjadi pembawa perubahan dengan sikap sederhana yang tulus. Bahwa kerja yang dijalani dengan cinta akan selalu membekas di hati orang yang kita layani. Ia tidak memerlukan panggung, hanya memerlukan keikhlasan.
Andai saja semua ASN dan pelayan publik di negeri ini memiliki semangat seperti satpam BRI Kanca Sungai Penuh itu, barangkali tak akan ada lagi pelayanan yang dingin dan tak ramah. Rakyat tidak selalu meminta keajaiban. Mereka hanya ingin diperlakukan sebagai manusia. Disapa, didengar dan dibantu. Itu saja cukup untuk membuat mereka percaya pada negaranya kembali.
Di era yang makin canggih dan serba digital, pelayanan manusiawi sering kali terlupakan. Tapi manusia tetaplah manusia. Mereka butuh sentuhan hati, bukan hanya mesin antrean. Dan di hari ini, saya disadarkan bahwa satu orang bisa menjadi alasan kenapa sistem besar terasa nyaman. Satu hati yang tulus bisa menjadi pelumas bagi birokrasi yang kaku.
Saya pulang bukan hanya dengan urusan perbankan yang selesai, tapi dengan hati yang disentuh. Dan saya tahu, saya tidak sendiri. Mungkin ratusan orang lain juga pernah terbantu oleh ketulusannya, tanpa pernah sempat mengucapkan terima kasih. Tapi mungkin juga, ia tidak butuh itu. Karena orang-orang seperti dia bekerja bukan demi pujian, tapi demi kemanfaatan.
Maka hari ini, saya ingin menulisnya. Bukan untuk satpam itu saja, tapi untuk semua kita. Bahwa setiap langkah kecil yang kita lakukan dengan cinta, bisa mengubah hidup seseorang. Kita tak pernah tahu siapa yang sedang membutuhkan uluran perhatian kita. Tapi dunia akan selalu mengingat orang-orang yang memilih untuk peduli. Seperti satpam BRI Kanca Sungai Penuh itu, yang tak bernama di papan, tapi jelas terasa di hati.
Author: Marta Jaya,S.Pd.,M.Pd