Personalized learning bukan tentang membuat pembelajaran menjadi eksklusif atau rumit, melainkan tentang menghormati keberagaman jalan tumbuh setiap anak. Dalam konteks Teaching at the Right Level (TaRL), pendekatan ini menjadi jantung dari strategi, yaitu memulai dari titik aktual kemampuan siswa, bukan dari harapan kurikulum atau persepsi umum tentang “anak kelas sekian harusnya sudah bisa apa.”
Anak tidak belajar dalam barisan yang rapi. Mereka tumbuh dengan ritme yang berbeda, pengalaman yang berbeda, dan cara memahami dunia yang berbeda pula. TaRL membebaskan guru dari pendekatan satu arah dan satu ukuran untuk semua. Di sinilah personalized learning menemukan ruang implementasinya secara konkret dan penuh makna.
Dengan memetakan kemampuan aktual membaca dan berhitung siswa melalui asesmen formatif sederhana, guru dapat mengelompokkan mereka secara fleksibel berdasarkan tahap perkembangannya. Ini bukan pengelompokan yang membatasi, tetapi jembatan untuk mendekatkan materi dengan kebutuhan sesungguhnya. Anak yang belum bisa mengenal huruf dipertemukan dengan pengalaman belajar yang sesuai, tanpa merasa dipermalukan, tanpa merasa tertinggal.
Dalam konteks ini, personalized learning bukan hanya soal materi yang disesuaikan, tetapi juga suasana emosional yang ditata. Guru menjadi fasilitator yang membangun kelekatan, menghidupkan interaksi sosial yang sehat, dan membentuk relasi berbasis kepercayaan. Anak merasa dilihat, didengar, dan diterima, persis di titik ia sedang berada. Ini adalah pondasi awal dari keberhasilan semua pembelajaran.
Guru dalam praktik TaRL yang berjiwa personalized akan menyadari bahwa pendekatan ini menuntut kefasihan dalam mengamati. Ia peka terhadap dinamika kecil seperti perubahan ekspresi anak, kegugupan yang tersamar, atau bahkan senyum kecil karena berhasil mengeja satu kata. Di balik semua itu, guru membaca "sinyal kemajuan" yang tidak tertulis di rapor, tapi sangat berarti bagi proses tumbuh seorang anak.
TaRL menjadi wadah konkret untuk mengembalikan fungsi utama pendidikan: mendampingi manusia untuk berkembang secara utuh. Personalized learning dalam pendekatan ini menuntut guru tidak hanya mahir mengelola strategi belajar, tetapi juga memiliki kasih dan ketulusan untuk melayani kebutuhan setiap anak. Bukan hanya “mengajar semua”, tapi “menemani satu demi satu.”
Di MJ-Edutech, pendekatan ini dihidupkan melalui desain program yang adaptif dan bertingkat. Setiap level konten dikembangkan berdasarkan analisis capaian anak, dengan fitur yang memungkinkan guru menyesuaikan tempo dan pendekatan. Anak dapat memilih jalur sesuai ritmenya, tanpa tekanan dan tanpa stigma. Ini menjadi bukti bahwa teknologi pun bisa berperan dalam mewujudkan personalized learning secara lebih manusiawi.
Personalized learning dalam TaRL juga mengandung aspek keadilan, bukan menyamaratakan, tapi memastikan setiap anak mendapat hak yang ia butuhkan. Dalam praktiknya, ini berarti lebih banyak mendengar, lebih banyak mencoba pendekatan berbeda, dan lebih siap menghadapi keragaman. Guru menjadi penenun jalan, bukan pemberi jalur tunggal.
Dengan pendekatan ini, kelas bukan lagi tempat mengejar standar, tapi ladang tumbuh yang subur. Anak-anak tidak lagi merasa bersalah karena belum bisa, melainkan diberi ruang untuk siap belajar, karena pembelajaran yang bermakna selalu dimulai dari rasa aman dan harga diri yang utuh. Personalized learning memberi mereka otoritas atas proses belajarnya sendiri.
Akhirnya, personalized learning dalam kerangka TaRL bukan sekadar inovasi pedagogis, tapi revolusi cara pandang: dari menilai hasil ke menyertai proses, dari menuntut ke menemani, dari seragam ke manusiawi. Dan ketika pendekatan ini dihidupi dengan sepenuh hati oleh para pendidik, pendidikan berubah menjadi pengalaman yang menyembuhkan, baik bagi murid maupun guru itu sendiri.
Author: Marta Jaya,S.Pd.,M.Pd