Dalam lembar sejarah Islam, ada tokoh yang tak membawa senjata, tak mendirikan kerajaan, tetapi menyatukan dunia lewat peta dan kata. Dia adalah Al-Muqaddasi, sang ahli geografi yang menuliskan dunia Islam dengan detail dan cinta, jauh sebelum satelit memetakan bumi dari langit.
Al-Muqaddasi lahir di Yerusalem sekitar tahun 946 M. Kota suci itu tak hanya menjadi tempat kelahirannya, tapi juga sumber kecintaan yang membentuk pandangannya. Dari kota itu, ia mengarungi dunia Islam selama lebih dari dua dekade, mencatat, menafsir, dan menyusun sebuah gambaran utuh tentang negeri-negeri Muslim.
Karyanya yang paling terkenal, Ahsan al-Taqasim fi Ma'rifat al-Aqalim (Pembagian Terbaik untuk Mengetahui Wilayah), bukan sekadar buku geografi, tapi sebuah kaleidoskop peradaban, memuat deskripsi tentang masyarakat, ekonomi, adat istiadat, bahkan makanan dan logat bahasa di berbagai kawasan Islam.
Ia membagi dunia Islam menjadi wilayah-wilayah yang tertata, seperti Suriah, Irak, Mesir, Persia, dan lainnya. Tapi yang membuat karyanya istimewa bukan hanya pembagiannya, melainkan kerinduan dan kecermatan dalam setiap deskripsinya. Ia menulis dengan mata seorang pelancong, dan hati seorang pecinta.
Al-Muqaddasi tidak hanya mencatat jalur-jalur dagang atau jarak antar kota, tetapi juga menggambarkan kehidupan masyarakat secara nyata, bahkan tak segan mengkritik kota-kota yang menurutnya kurang bersih atau tak ramah. Ia mencintai kebenaran lebih dari diplomasi.
Dalam dunia modern, Al-Muqaddasi dikenal sebagai pelopor geografi sosial dan budaya. Ia menyadari bahwa peta bukan hanya tentang letak dan garis, tapi juga tentang manusia, interaksi, dan makna kehidupan. Ia melihat dunia bukan sebagai objek, tapi sebagai narasi.
Al-Muqaddasi adalah contoh bahwa ilmu bukan sekadar kumpulan data, tapi pengalaman hidup yang dijalani. Ia tak hanya belajar dari buku, tapi dari jalanan, dari pelabuhan, dari pasar, dan dari setiap pertemuan dengan manusia di sepanjang perjalanannya.
Dari tulisannya, kita belajar bahwa pengamatan dan kejujuran adalah inti dari ilmu yang mencerahkan. Ia tidak mencari ketenaran, melainkan keutuhan makna. Ia tidak membuat dunia Islam tampak utopis, tetapi menggambarkannya dengan jujur, indah sekaligus penuh tantangan.
Di zaman ketika dunia Islam membentang dari Spanyol hingga Asia Tengah, Al-Muqaddasi memandang semuanya sebagai satu tubuh yang terhubung. Karyanya mengajarkan kita pentingnya melihat peradaban secara menyeluruh, bukan terpecah oleh batas politik atau suku.
Kini, ketika kita menjelajahi dunia lewat layar dan aplikasi digital, Al-Muqaddasi mengingatkan bahwa penjelajahan sejati bukan hanya soal berpindah tempat, tapi tentang menggali makna dalam setiap sudut dunia. Ia adalah teladan bagi siapa pun yang ingin menjadi pelajar kehidupan: yang berjalan, melihat, dan mencatat bukan hanya dengan pena, tapi juga dengan hati.
Author : Marta Jaya,S.Pd.,M.Pd.