Kita sering sibuk menghitung luka berapa kali orang pergi tanpa pamit, berapa janji yang hanya tinggal kenangan. Kita menyimpan daftar panjang kekecewaan, seolah itu membenarkan setiap tangis dan sesak yang tak selesai. Tapi jarang kita bertanya pada diri: berapa kali aku sendiri pergi dari-Nya, sedangkan Dia tak pernah meninggalkanku barang sekejap pun?
Allah, yang tak terlihat oleh mata, tapi selalu hadir di setiap detak dan helaan napas. Yang tak pernah menutup pintu meski kita datang dengan tangan hampa, hati yang penuh debu, dan jiwa yang hampir tak mengenali cahaya. Sementara manusia, betapa seringnya kita berharap padanya, lalu kecewa karena ternyata mereka pun sedang terluka.
Kita sering mendamba setia dari sesama, namun lalai memberi setia kepada Yang Maha Setia. Kita merintih saat dikhianati, namun tak sadar sudah berapa kali kita mengkhianati waktu-waktu yang seharusnya untuk-Nya. Berapa banyak panggilan-Nya kita abaikan demi kesenangan yang fana?
Ada kalanya kita merasa sepi, ditinggalkan, tak dipedulikan. Tapi adakah kita ingat bahwa dalam sujud yang dalam, Allah selalu menunggu? Bahwa dalam setiap keluh dan gemetar yang tersembunyi, ada Tuhan yang lebih dekat dari urat nadi?
Kita sering berlari—menuju dunia, menuju cinta, menuju harapan yang fana. Tapi Allah tetap di sana, tak pernah beranjak. Ia tidak mencela saat kita kembali hanya karena kecewa pada dunia. Ia menyambut, bukan menghakimi. Ia memeluk, bukan mengungkit masa lalu.
Lantas mengapa kita masih sibuk menghitung berapa kali manusia menyakiti, namun tak pernah merenungi betapa seringnya kita menolak kasih-Nya? Mengapa kita merasa berhak kecewa, padahal kitalah yang berkali-kali berpaling?
Bukankah hati ini seharusnya lebih lembut kepada Tuhan, yang setia-Nya tak bersyarat? Yang cintanya tak menuntut selain kita pulang? Yang bahkan saat kita lalai, masih menjaga, masih memberi, masih menghidupkan kita hari ini?
Mungkin, sudah saatnya kita membalikkan hitungan. Tak lagi menulis siapa yang mengecewakan kita, tapi mulai mencatat setiap nikmat-Nya yang datang tanpa kita minta. Tak lagi menyimpan dendam atas mereka yang pergi, tapi mulai bersyukur kepada Dia yang tak pernah pergi.
Karena sejauh-jauhnya kita melangkah dari-Nya, Dia tetap memanggil. Karena seburuk-buruknya kita, Dia tetap menunggu. Karena sedalam-dalamnya kita terjatuh, rahmat-Nya lebih dalam dari segala yang kita sangka.
Dan bila hari ini kau merasa sendiri, ingatlah: mungkin bukan karena semua orang meninggalkanmu. Mungkin karena Allah sedang menyisihkan ruang, agar hanya Dia yang tersisa. Tempat kembali yang tak pernah tertutup. Rumah yang selalu terang, meski kita lupa jalan pulangnya.
Author : Marta Jaya,S.Pd.,M.Pd.