Di era digital, media ajar bukan lagi pelengkap pembelajaran, melainkan jantung pengalaman belajar itu sendiri. Guru bukan hanya penyampai materi, tetapi juga menjadi arsitek media yang menyentuh, menggerakkan, dan menghidupkan. Di sinilah pentingnya merancang media ajar yang tidak hanya informatif, tetapi juga interaktif dan bermakna, media yang tak hanya mengajar, tetapi juga menyapa jiwa.
Media ajar yang baik tidak hanya mengandalkan warna-warni atau efek animasi. Ia dirancang dengan kesadaran penuh akan psikologi belajar, kebutuhan siswa, serta konteks pembelajaran yang memanusiakan. Desain yang terlalu ramai bisa memicu kelelahan kognitif, sementara yang terlalu kaku membuat siswa mati rasa. Maka diperlukan harmoni antara bentuk visual, narasi, dan alur logika.
Dalam pendekatan mindful learning, media ajar seharusnya membawa ketenangan. Suara yang lembut, tampilan yang bersih, dan alur yang jelas dapat membantu siswa belajar dengan fokus, rileks, dan penuh perhatian. Media menjadi ruang aman bagi pikiran murid, bukan ladang gangguan. Setiap elemen visual harus punya tujuan: mempermudah, bukan membingungkan.
Di sisi lain, joyful learning juga menjadi jiwa dari desain media. Interaktif bukan berarti ribet; tetapi mengundang partisipasi, dialog, dan ekspresi diri. Media yang baik mengajak murid bermain sambil berpikir, bukan hanya melihat dan menghafal. Game edukatif sederhana, simulasi, kuis reflektif, atau video naratif bisa menjadi jembatan antara rasa ingin tahu dan pemahaman yang mendalam.
Agar media benar-benar bermakna, ia harus terkait langsung dengan realitas murid. Visual, cerita, dan aktivitas dalam media sebaiknya dekat dengan pengalaman mereka: lingkungan sekitar, bahasa keseharian, atau masalah-masalah nyata yang mereka pahami. Inilah prinsip personalized learning yang menempatkan murid bukan sebagai penonton, tapi aktor utama.
Guru perlu menjadi kurator, bukan hanya kreator. Artinya, tidak semua media harus dibuat dari nol. Justru penting bagi guru untuk memilih dan memodifikasi media yang relevan, berkualitas, dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Platform digital saat ini menyediakan beragam tools dari Canva, Genially, hingga Padlet dan Flip, yang memungkinkan desain yang menarik sekaligus humanis.
Namun satu hal tak boleh hilang yaitu nilai dan rasa dalam media. Media ajar bukan sekadar alat teknis, tetapi ruang pertemuan batin antara guru dan murid. Suara narasi guru, gambar yang dipilih, kata-kata yang disusun, semua memuat niat dan nilai. Oleh karena itu, desain media harus dilandasi kesadaran bahwa ia sedang membentuk persepsi, emosi, dan cara berpikir murid.
Dalam Kurikulum Merdeka, guru diberi keleluasaan untuk menyesuaikan media ajar dengan capaian pembelajaran, profil pelajar Pancasila, serta karakteristik murid. Ini adalah peluang besar untuk merancang media yang diferensial, fleksibel, dan sarat makna. Modul ajar pun dapat dikembangkan menjadi bentuk multimedia, bukan hanya teks cetak semata.
Ketika media ajar dirancang dengan hati dan pikiran yang terintegrasi, ia menjadi alat yang menyentuh pikiran sekaligus perasaan. Murid tidak hanya tahu apa, tetapi juga memahami mengapa dan bagaimana. Inilah bentuk pembelajaran yang bukan sekadar kognitif, tapi juga afektif dan reflektif.
Media ajar interaktif dan bermakna adalah ekspresi cinta guru pada muridnya. Ia menjadi ruang aman untuk tumbuh, bereksplorasi, dan bermakna. Dan ketika media itu berhasil membuat seorang murid berkata, "Aku senang belajar," maka pada saat itulah pendidikan telah menjangkau tempat terdalam dari misinya: membahagiakan, memerdekakan, dan memanusiakan.
Salah satu contoh nyata dari desain media ajar yang selaras dengan prinsip mindful dan joyful learning dapat ditemukan melalui karya yang dikembangkan oleh MJ-Edutech. Platform ini menghadirkan media interaktif yang bukan hanya menarik secara visual, tapi juga sarat makna, dengan pendekatan yang mengutamakan ketenangan, refleksi, dan kedekatan emosi dengan peserta didik.
Dalam setiap modul atau produk media MJ-Edutech, kita bisa melihat perpaduan antara alur pembelajaran yang runtut dan konten visual yang menyejukkan, serta audio naratif yang tidak memaksa tetapi membimbing secara empatik. Tidak hanya itu, setiap aktivitas dalam medianya dirancang untuk mengundang partisipasi aktif, refleksi personal, dan rasa ingin tahu yang tulus, mempraktikkan benar-benar filosofi pendidikan yang memerdekakan.
Author: Marta Jaya,S.Pd.,M.Pd