Jangan terlalu cepat berbangga saat engkau berbuat baik. Jangan terlalu tinggi menepuk dada saat engkau menolong, memberi, atau menuntun orang lain. Sebab sejatinya, tangan yang memberi itu bukan sepenuhnya milikmu. Itu adalah tangan yang dipinjamkan Tuhan, hanya sejenak, hanya sementara.
Langkahmu yang ringan menuju rumah ibadah, kata-katamu yang menyejukkan hati yang gundah, bahkan senyummu yang mengobati luka, semua itu hanyalah pancaran dari kehendak Tuhan. Engkau dipilih, bukan karena engkau lebih mulia dari yang lain, tetapi karena Tuhan sedang menitipkan kasih-Nya melalui dirimu.
Maka tundukkanlah hati ketika kebaikan tercipta melalui dirimu. Jangan biarkan ego membisikkan bahwa engkau telah berjasa besar. Sebab kehebatan sejati bukanlah pada perbuatan yang tampak, melainkan pada kerendahan hati yang tersembunyi. Bukan pada seberapa banyak yang engkau lakukan, tetapi seberapa sadar engkau bahwa itu bukan milikmu.
Sungguh, Allah tak butuh tangan siapa pun untuk menolong hamba-Nya. Namun Ia Maha Pengasih, dan dalam kasih-Nya itu, Ia izinkan kita menjadi jalan. Itulah karunia terbesar, ketika engkau diizinkan menjadi perantara rahmat. Bukan untuk dibangga-banggakan, tapi untuk disyukuri dengan air mata.
Bukankah kita hanya hamba yang penuh cela? Bukankah dalam hari-hari kita tersimpan dosa yang tak terhitung? Namun lihatlah, betapa Tuhan masih memilih kita menjadi jembatan kebaikan bagi orang lain. Bukankah itu rahmat yang terlalu besar untuk disombongkan?
Berhati-hatilah, sebab ujian orang yang berbuat baik adalah merasa dirinya telah paling baik. Padahal, rasa cukup dalam amal adalah awal dari kesombongan yang halus, nyaris tak terasa. Ia menyelinap di sela-sela doa, mengintip di balik senyuman, dan menyamar sebagai rasa puas yang menipu.
Lebih baik menjadi orang yang terus merasa kurang dalam kebaikan, daripada merasa telah cukup lalu berhenti melangkah. Karena yang merasa cukup akan berhenti memohon. Dan ketika kita tak lagi memohon pada Tuhan agar tetap dijadikan jalan, kita perlahan kehilangan arah.
Maka tanamlah rasa syukur setiap kali engkau mampu berbuat baik. Katakan dalam hatimu, “Ini bukan aku. Ini Engkau, ya Allah, yang telah berkenan memakai diriku.” Biarkan hatimu luluh dalam keinsafan, bahwa segala kebaikan adalah milik-Nya, dan engkau hanyalah penjaga titipan-Nya.
Kebaikan yang paling murni adalah yang lahir dari hati yang takut pada riya. Ia tumbuh dari akar keikhlasan dan dipelihara oleh air kesadaran bahwa segalanya berasal dari Tuhan. Hanya hati yang tunduk yang bisa menanggung kehormatan menjadi perantara cahaya-Nya.
Maka jika suatu saat kau melihat dirimu di antara amal-amal yang indah, jangan tepuk dada. Tundukkan kepala. Dan ucapkan dalam hati yang paling dalam: “Terima kasih, ya Allah… karena Engkau masih berkenan meminjamkanku untuk mengalirkan cinta-Mu kepada sesama.”
Author : Marta Jaya,S.Pd.,M.Pd.