TaRL bukan hanya soal strategi pedagogi. Ia menuntut suatu kualitas kehadiran yang tidak bisa diperoleh dari pelatihan teknis semata. Di sinilah mindful learning hadir sebagai napas dari pendekatan TaRL, sebuah kesadaran utuh guru terhadap realitas belajar murid, tanpa menghakimi, tanpa membandingkan, dan tanpa tergesa. Karena hanya guru yang hadir penuh, yang bisa sungguh-sungguh melihat anak yang sebenarnya, bukan anak dalam asumsi dan ekspektasi.
Mindful learning menuntut guru untuk menyadari apa yang sedang terjadi di hadapannya, di dalam dirinya, dan di antara keduanya. Seorang guru yang mindful menyadari bahwa saat anak tidak mampu membaca, itu bukan semata soal kemampuan, tapi juga mungkin soal beban emosi, trauma belajar, atau hilangnya rasa percaya diri. Ia tidak sekadar mengejar "hasil belajar", tapi memelihara "energi belajar" anak agar tidak padam.
Dalam praktik TaRL, proses asesmen awal yang dilakukan bukanlah ajang pengujian, tapi jendela untuk melihat murid apa adanya. Guru yang mindfulness akan menyapa anak-anak itu dengan hangat, menciptakan suasana yang tidak menekan. Bahkan saat anak belum bisa membaca satu huruf pun, guru tidak menunjukkan kekecewaan, tapi menawarkan kepercayaan bahwa “Kita mulai dari sini. Dan itu tidak apa-apa.”
Mindful learning juga berarti guru mampu menahan diri dari dorongan untuk buru-buru memperbaiki atau mempercepat. Ia tidak terpancing untuk membandingkan anak dengan standar usia atau teman sebaya. Ia sadar bahwa setiap anak punya waktu tumbuhnya sendiri dan tugas pendidik adalah menyediakan ruang tumbuh, bukan menyeret paksa anak ke garis target.
Kesadaran penuh dalam TaRL juga mencakup bagaimana guru memaknai kesuksesan belajar. Guru yang mindful tidak terpaku pada peningkatan skor atau grafik naik-turun, melainkan lebih peduli pada perubahan sikap belajar apakah anak mulai berani mencoba? Apakah ia mulai senang mengeja? Apakah ia merasa dihargai dalam proses belajarnya? Ini adalah indikator sejati dari keberhasilan, yang tak selalu bisa diukur angka, tapi sangat terasa dalam hubungan.
TaRL dalam konteks mindfulness adalah jalan untuk memulihkan relasi yang selama ini rusak antara anak dan proses belajar. Banyak murid yang membawa luka ke dalam kelas, karena pernah diabaikan, ditertawakan, atau merasa tidak cukup pintar. Guru yang hadir secara mindful menjadi penyembuh, ia mendengarkan, memvalidasi, dan menciptakan rasa aman. Sebab belajar hanya mungkin terjadi ketika hati merasa cukup aman untuk terbuka kembali.
Penerapan TaRL juga menjadi medan latihan spiritualitas seorang guru. Ia diminta untuk menyadari emosinya sendiri, frustrasi saat anak lambat, kecewa saat usaha tak langsung membuahkan hasil. Guru yang mindful tidak menyangkal perasaan itu, tetapi memprosesnya dengan jujur. Ia belajar bersabar, bukan karena tak ada pilihan, tetapi karena ia sadar: ini adalah bagian dari mendidik manusia.
Di MJ-Edutech, pendekatan ini diterjemahkan ke dalam desain antarmuka dan alur media yang tidak memburu-buru. Narasi pengantar media ajar dibuat menenangkan, tampilan visualnya tidak riuh, dan anak diberi opsi untuk mengulang, beristirahat, atau memilih jalur belajar yang ia rasa siap dijalani. Semuanya didesain agar anak merasa "ditunggu", bukan "dikejar". Di sinilah nilai mindfulness menjelma ke dalam produk digital.
Ketika guru menerapkan mindful learning dalam kerangka TaRL, mereka tidak hanya mengajar, tapi juga mengasuh. Mereka menjadi teladan bagaimana menghadapi proses hidup secara sadar dan itu adalah pelajaran yang tak tertulis di buku, namun terekam dalam memori batin murid. Anak-anak belajar bukan hanya huruf, tapi juga belajar tentang bagaimana mencintai proses tumbuh mereka sendiri.
Mindful learning dalam TaRL adalah undangan bagi kita semua untuk kembali hadir secara utuh dalam ruang belajar. Bukan sekadar tubuh yang hadir di kelas, tetapi hati yang benar-benar peduli, pikiran yang benar-benar terbuka, dan jiwa yang sungguh siap menemani anak-anak dari titik awal mereka, menuju titik harapan yang mereka pilih sendiri. Dan mungkin, di sanalah letak keajaiban pendidikan yang sesungguhnya: hadir penuh, di tempat anak benar-benar berada
Author: Marta Jaya,S.Pd.,M.Pd