Di setiap ujung malam yang gelap, ada harapan yang bersembunyi. Ia menunggu waktu untuk muncul perlahan bersama fajar. Begitulah Allah memperkenalkan diri-Nya melalui ciptaan-Nya: Dia yang memasukkan malam ke dalam siang, dan siang ke dalam malam. Bukan hanya pergantian waktu, tetapi juga isyarat bahwa hidup ini tidak pernah diam, tidak pernah berhenti. Setiap kesulitan akan berganti, setiap kebahagiaan harus dijaga, dan setiap saat adalah titipan dari-Nya.
Tidakkah kita pernah merenungi betapa lembutnya malam datang merangkul dunia? Tidak serta-merta gelap, tetapi bertahap. Cahaya memudar perlahan, hingga gelap menggantikan tanpa kita sadari. Demikian pula ujian hidup: datang perlahan, mengajarkan kita untuk bersiap, agar jiwa kita tidak patah sekaligus, tetapi belajar menerima, setahap demi setahap.
Demikian juga siang yang masuk ke dalam malam. Tak ada cahaya yang tiba-tiba memekakkan mata. Sebaliknya, ia merekah dari semburat jingga yang penuh harap. Inilah pelajaran bahwa kebaikan tidak harus datang secara tiba-tiba dan megah. Ia bisa tumbuh dari kesabaran, dari doa yang lirih, dari keyakinan yang tidak pernah putus meski dunia terasa sunyi.
Allah menyapa jiwa manusia dengan lembutnya pergantian waktu. Ia seolah berkata: “Aku bersamamu, Aku menyaksikanmu.” Dia tidak hanya Maha Kuasa atas langit dan bumi, tetapi juga Maha Mendengar jerit hatimu yang paling dalam, Maha Melihat luka-luka yang tidak sempat kau tunjukkan kepada dunia. Dia tidak pernah jauh, hanya kita yang kadang terlalu sibuk untuk merasa dekat.
Di balik malam yang gelap, ada mata yang terjaga karena takut dan harap. Mereka yang terpejam dalam duka, mereka yang memohon dalam sepi. Namun kepada merekalah Allah perlihatkan bahwa malam bukan akhir, melainkan awal dari terang. Bahwa tidak ada luka yang kekal, sebagaimana tidak ada malam yang abadi.
Begitulah kasih sayang Allah membalut alam semesta ini. Siang dan malam bukan sekadar pergiliran waktu, tetapi pelajaran jiwa. Setiap fajar adalah tanda kebangkitan. Setiap senja adalah pengingat bahwa hidup harus disyukuri sebelum waktu habis. Dan setiap detik yang berlalu, adalah pesan lembut dari-Nya agar kita kembali, merenung, bersujud, dan berharap.
Manusia, dalam keluh dan letihnya, sering kali lupa bahwa Allah tidak pernah alpa. Sungguh, Dia Maha Mendengar bahkan ketika lidah tak sanggup berbicara. Dia Maha Melihat bahkan saat tangismu tersembunyi dalam bantal di tengah malam. Dan karena itu, ayat ini bukan sekadar tentang siang dan malam, melainkan tentang pengawasan Allah yang penuh cinta dan penghiburan.
Ketika kita merasa dunia begitu cepat berubah, ketika waktu seolah menjadi musuh yang tak bisa diajak berdamai, ingatlah ayat ini. Bahwa Allah-lah yang menggilirkan waktu. Maka, beristirahatlah dalam keyakinan bahwa setiap perubahan ada dalam genggaman-Nya. Dan setiap takdir yang menghampiri, telah lebih dulu diketahui oleh-Nya yang Maha Lembut.
Betapa indahnya jika jiwa-jiwa yang lelah bisa bersandar pada ayat ini. Ia bukan hanya memberi makna kosmik, tetapi juga pelipur lara. Ayat ini menenangkan, karena ia menjanjikan bahwa tiada kesulitan tanpa akhir, dan tiada keindahan tanpa alasan. Allah bekerja dalam diam, tapi hasil-Nya menyentuh segalanya.
Maka berbahagialah mereka yang mampu melihat ayat ini bukan hanya dengan mata, tetapi dengan hati. Karena siapa yang hidup dengan kesadaran bahwa Allah mengatur siang dan malam, dia tidak akan pernah benar-benar takut pada gelap, dan tidak akan terlalu terbuai oleh terang. Ia hidup dalam keseimbangan yang damai, bersama Tuhan yang tak pernah tidur, tak pernah lalai, dan tak pernah meninggalkan.
Author : Marta Jaya,S.Pd.,M.Pd.