Banyak orang menunda mimpi karena merasa belum punya perangkat yang memadai, fasilitas yang lengkap, atau koneksi yang luas. Padahal, sejarah tak pernah menilai seseorang dari apa yang ia miliki, melainkan dari keberaniannya untuk memulai. Aku adalah bagian kecil dari mereka yang mencoba melangkah, bukan dengan kemewahan, tapi dengan niat yang bersungguh-sungguh.
Banyak yang bertanya "Kamu bisa bangun dua platform digital? Wah, pasti pakai laptop dan handphone yang canggih, ya?" Pertanyaan seperti itu sering mampir ke telingaku. Di balik nada kagum itu, terselip asumsi umum bahwa karya besar lahir dari alat besar. Tapi izinkan aku untuk mengatakan yang sejujurnya, bahwa karya-karya ku justru lahir dari keterbatasan, bukan dari kelengkapan.
Aku membangun Mj-Edutech dan martajaya.my.id bukan dari ruang kerja ergonomis atau perangkat mahal. Tidak ada MacBook, tidak ada ponsel flagship terbaru. Hanya ada niat yang kuat, waktu yang dicuri di sela-sela kesibukan, dan keyakinan bahwa ilmu yang tidak dibagikan akan layu di dalam kepala.
Laptop yang aku gunakan adalah Acer lawas, yang aku beli saat kelas 2 MAN, di tahun 2015. Kini umurnya telah lebih dari satu dekade. Layarnya tak lagi cerah, tombolnya mulai aus, dan baterainya sudah tak bisa lagi lepas dari charger. Ia menjadi saksi sunyi dari ide-ide yang lahir ditengah malam dan mimpi-mimpi yang perlahan kujahit dengan sabar.
Ponselku? Bukan model terkini. OPPO Reno 4, yang aku beli pada Oktober 2019. Enam tahun bersamanya telah membuat sistemnya melambat, memorinya penuh, dan kameranya tak lagi bersaing. Namun dari sanalah aku memotret makna, menyusun strategi, dan menjangkau audiens yang lebih luas. Darinya aku menyusun ide, merancang desain, menjawab pesan, menyusun konten, hingga mengeksekusi langkah-langkah penting yang menjaikan platfrorm-platform itu hidup.
Aku tidak menunggu alat sempurna untuk mulai. Karena aku percaya, yang terbaik bukan pada alat yang digenggam, tapi pada tekad yang tidak padam. Keterbatasan memang sering menyulitkan, tetapi juga mengajarkan banyak hal seperti kesabaran, kepekaan, ketekunan. Ia membuatku berpikir lebih tajam dan bekerja lebih efisien.
Banyak orang menunda berkarya karena merasa belum layak. Tapi aku memilih berjalan dengan apa yang aku punya. Aku tahu, langkah kecil yang terus diayunkan akan membentuk jejak panjang. Dan aku percaya, pesan yang jujur dan niat yang tulus akan sampai, meski disampaikan lewat perangkat sederhana.
Aku pernah merasa tertinggal, saat melihat rekan-rekan lain bekerja dengan alat yang jauh lebih baik. Tapi aku segera sadar bahwa nilai dari sebuah karya tidak ditentukan oleh mahalnya alat, melainkan oleh kedalaman pesan dan ketulusan prosesnya. Kreativitas bukan soal siapa yang paling lengkap, tapi siapa yang paling gigih memanfaatkan yang sederhana.
Hari ini, dua platform itu berdiri bukan sebagai hasil dari teknologi canggih, tapi dari semangat yang konsisten. Bukan karena aku hebat, tapi karena aku menolak menyerah. Karena aku percaya, setiap detik yang dipersembahkan untuk belajar dan berbagi, takkan pernah sia-sia di hadapan Allah.
Untuk siapa pun yang merasa kecil karena keterbatasan, aku ingin sampaikan bahwa kamu tetap bisa berkarya. Jangan tunggu nanti dan jangan tunggu lengkap. Mulailah dari yang kamu miliki. Karena keterbatasan bukan akhir, melainkan pintu masuk menuju keikhlasan, dan dari keikhlasan itu, lahirlah karya yang abadi.
Aku belajar bahwa dari keterbatasan yang diterima dengan sabar dan dijalani dengan ikhlas, justru akan melahirkan karya yang paling tulus. Di situlah letak kekuatan sejati, bukan pada kelimpahannya, tapi pada kemampuannya menyalakan cahaya dari retakan waktu.
Author: Marta Jaya,S.Pd.,M.Pd.