Pernahkah kita merenung, bahwa hidup ini tak jauh berbeda dengan sebuah handphone? Kita bisa saja memiliki HP tercanggih, dengan kamera kualitas tinggi, RAM besar, desain mewah, dan fitur-fitur yang luar biasa. Namun, secanggih apapun handphone itu, jika tidak memiliki kuota atau berada dalam mode pesawat, maka tak akan ada satu pun pesan yang bisa masuk. Tak ada notifikasi, tak ada sambungan, seakan dunia luar tak bisa menjangkau kita.
Begitulah kita dalam kehidupan ini. Kita diciptakan Allah dalam bentuk yang luar biasa sempurna. Ada jantung yang berdetak teratur, paru-paru yang bernapas tanpa kita sadari, otak yang memproses ribuan informasi dalam sekejap, dan pori-pori kecil yang menjaga keseimbangan tubuh kita. Semua itu adalah "mesin kehidupan" yang tak kalah canggih dari apapun di dunia ini. Tapi pertanyaannya, apakah kita terhubung?
Sebab hidup kita juga punya "kuota", bukan berupa data, tapi berupa detak. Selama jantung masih berdetak, selama napas masih terhembus, itulah "kuota kehidupan" yang sedang aktif. Namun seperti halnya kuota internet, detak ini terbatas. Ia bisa habis kapan saja. Tak ada notifikasi yang memberitahu kapan expired-nya. Yang ada hanyalah kesadaran bahwa setiap detik adalah kesempatan.
Lalu kita juga punya waktu. Detik-detik yang terus berdenting, bergerak ke depan tanpa bisa diputar ulang. Allah memberikan kita "paket waktu", agar kita bisa mengisinya dengan hal bermakna. Namun seperti HP dalam mode pesawat, banyak manusia yang hidup seolah tidak aktif. Ada tubuh yang bergerak, tapi jiwanya hampa. Ada suara yang terdengar, tapi maknanya kosong. Kita hidup, tapi belum benar-benar "menyala".
Betapa sering kita merasa cukup hanya karena masih bisa bergerak, padahal ruh kita sedang mati rasa. Kita bangun pagi, tapi lupa bersyukur. Kita melihat, tapi tak pernah benar-benar memandang. Kita mendengar, tapi tak pernah menyimak. Kita punya semua fasilitas untuk jadi pribadi yang hebat, tapi sering kali kita lupa mengaktifkan koneksi jiwa dengan Tuhan, dengan tujuan, dan dengan sesama.
Tua adalah kepastian. Semua orang akan sampai di sana, suka atau tidak suka. Tapi dewasa adalah pilihan. Ada yang beruban, namun hatinya masih keras. Ada yang keriput, tapi akalnya belum tumbuh. Dewasa bukan tentang angka, tapi tentang bagaimana kita menyikapi hidup. Tentang keberanian untuk menyambung koneksi dengan nilai-nilai luhur yang menuntun kita. Dan kadang, hidup akan sengaja membuat kita "kehabisan kuota", agar kita belajar mencari ulang sinyal. Agar kita tahu rasanya kehilangan waktu. Karena manusia seringkali baru benar-benar menghargai, setelah tak bisa lagi menikmati.
Maka sebelum detak berhenti, sebelum kuota habis dan sinyal tak bisa lagi terhubung, mari hidupkan jiwa kita. Gunakan waktu bukan hanya untuk sekadar bertahan, tapi untuk benar-benar tumbuh. Sambungkan hidup kita dengan cinta, dengan syukur, dengan karya. Karena pada akhirnya, bukan soal berapa lama kita hidup. Tapi seberapa terhubung kita dengan makna hidup itu sendiri.
Author: Marta Jaya,S.Pd.,M.Pd.